AKUNTANSI
PENGHIMPUNAN DANA
NURUL
I’I ARIANA
MKPS
2018
Pendahuluan
Untuk memperoleh modal
pokok, bank syariah dalam menghimpun dananya yakni dengan Dana Pihak Ketiga.
Yang dimaksud Dana Pihak Ketiga yakni meliputi tabungan, instrument giro, dan
deposito. Walaupun cara menghimpun dananya sama seperti bank konvensional. Akan
tetapi, dalam mekanisme kerjanya berbeda.
Ketentuan
Syariah
Penghimpunan
dana masyarakat di perbankan syariah menggunakan instrument yang sama dengan
penghimpunan dana pada perbankan konvensional, yaitu instrument giro, tabungan,
dan deposito. Ketiga jenis instrument ini biasa disebut dengan istilah Dana
Pihak Ketiga (DPK). Kendati menggunakan instrument yang sama, mekanisme kerja
masing-masing instrument penghimpun pada bank syariah berbeda dengan instrument
penghimpunan bank konvensional. Perbedaan mendasar mekanisme kerja instrument
penghimpunan dana syariah terletak pada tidak adanya bunga yang lazim digunakan
oleh bank konvensional dalam memberikan keuntungan kepaa nasabah.
Adapun mekanisme alternative yang dibenarkan prinsip
syariah. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 1 Tahun 2000 tentang Giro, disebutkan
bahwa mekanisme giro yang dibenarkan berdasarkan prinsip syariah adalah giro
yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadiah. Selanjutnya, berdasarkan fatwa
DSN Nomor 2 Tahun 2000 tentang Tabungan, mekanisme tabungan yang dibenarkan
bagi bank syariah adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan
wadiah. Adapun untuk deposito, DINYATAKAN DALAM FATWA dsn Nomor 3 Tahun 2000,
bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip
mudharabah.
Tabungan
Simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang sudah
disepakati, akan tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang lainnya
disebut dengan tabungan. Mekanisme tabungan yang dibenarkan oleh fatwa DSN
adalah mekanisme yang menggunakan prinsip mudharabah dan prinsip wadiah. Akan
tetapi pada kenyataannya, bank-bank syariah yang ada di Indonesia kebanyakan
menggunakan prinsip mudharabah. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Akuntansi
Tabungan Mudharabah
Akuntansi
untuk tabungan mudharabah dan penghimpunan dana bentuk lainnya menggunakan akad
mudharabah pada dasarnya mengacu pada PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah,
khususnya yang terkait dengan akuntansi untuk pengelola dana. Berdasarkan PSAK
105 paragraf 25, dinyatakan bahwa dana yang diterima dari pemilik dana (nasabah
penabung) dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar
jumlah kas atau nilai wajar aset non-kas yang diterima. Pada akhir periode
akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.
Berikut adalah ilustrasi
transaksi terkait tabungan mudharabah.
Akuntansi
Tabungan Wadiah
Akuntansi tabungan wadiah
pada prinsipnya sama dengan akuntansi tabungan mudharabah. Perbedaan akuntansi
tabungan wadiah dengan tabungan mudharabah adalah dalam hal intensif yang
diterima oleh nasabah. Tabungan wadiah diakui sebesar nominal penyetoran atau
penarikan yang dilakukan oleh pemilik rekening. Setoran tabungan wadiah yang
diterima secara tunai diakui pada saat uang diterima.
Berikut adalah ilustrasi
transaksi terkait tabungan wadiah.
Giro
Giro adalah simpanan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet, giro,
sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan (Rizal Yaya,
dkk., 2009:107). Jenis giro dalam perbankan syariah terbagai menjadi dua, yaitu
giro wadiah dan giro mudharabah, namun yang lebih umum digunakan adalah giro
wadiah.
Giro
Mudharabah
Giro mudharabah adalah
salah satu alat penghimpun dana melaui produk giro yang yang menggunakan akad
mudharabah. Akad mudharabah adalah akad
yang dilakukan antara pihak penanam dana dan pengelola dana dalam melakukan
kegiatan usaha dengan pembagian penghasilan berdasarkan nisbah yang telah
disepakati sebebelumnya.
Prinsip yang digunakan
oleh giro mudharabah itu sama dengan prinsip giro wadiah tetapi yang
membedakannya adalah dalam hal insentif yang diperoleh nasabah. Contohnya dalam giro wadiah, hal insentif yang diterima
berupa bonus yang bersifat sukarela yang diberikan oleh bank dengan tidak
mensyaratkannya. Sedangkan hal insentif yag diterima nasabah giro mudharabah
adalah bagi hasil yang telah ditentukan presentasi sebelumnya, harus dibayarkan
bank sesuai dengan keuntungan bank syariah.
Berikut adalah ilustrasi
transaksi terkait giro mudharabah.
Giro
Wadiah
Giro wadiah memiliki karakteristik yang telah di
fatwakan oleh DSN, yaitu sebagai berikut:
a. Bersifat
titipan.
b. Dalam
akadnya, penitip dana mengizinkan kepada pihak bank untuk memanfaatkan dana
tersebut.
c. Titipan
bisa diambil kapan saja (on call).
d. Nasabah
bertindak sebagai penitip dana (mudi’) dan bank bertindak sebagai penerima dana
titipan (muda’)
e. Dalam
pengelolaannya dana titipan tersebut, bank mendapat keuntungan karena hakikat
wadiah adalah qardh sehingga mempunyai prinsip tidak ada bonus yang diberikan
kepada pemilik dana wadiah. Meski demikian, bank dapat memberikan bonus dalam
bentuk pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Rekening giro wadiah
dapat bertambah dan berkurang. Dapat bertambah melalui transaksi penyetoran
tunai, transfer dari tabungan maupun giro cabang lain dari bank yang sama,
penerimaan cek dari nasabah bank lain yang diuangkan oleh nasabah suatu bank,
dan penerimaan bonus giro wadiah dari bank syariah. Dan dapat berkurang melalui
transaksi penarikan cek oleh nasabah untuk ditukar secara tunai, penarikan
bilyet untuk ditransfer ke cabang lain bank atau ke nasabah bank lain, serta
potongan administrasi dan pajak tabungan.
Berikut adalah ilustrasi
transaksi terkait giro wadiah.
Deposito
Mudharabah
Deposito adalah investasi dana
berdasarkan akad mudharabah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang
penarikannya hanya dapat dilakukan hanya pada waktu tertentu berdasarkan akad
antara nasabah (penyimpan) dengan bank syariah (Unit Usaha Syariah).
Perbedaannya dengan deposito konvensional adalah terlihat pada akad dan sistem
bagi hasil yang ditawarkan.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 3 Tahun 2000,
tentang deposito mudharabah yaitu:]
·
Di sini nasabah disebut sebagai pemilik dana atau shahibul maal dan bank
disebut sebagai pengelola dana atau mudharib.
·
Modal deposito yang diberikan shahibul
maal harus dalam bentuk tunai.
·
Bank sebagai mudharib berhak lakukan
berbagai usaha asalkan tidak melenceng pada prinsip syariah dan mnembangkannya,
rmasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain.
·
Bank menggunakan nisbah keuntungan yang
menjadi haknya untuk menutupi biaya operasional deposito.
·
Bank tidak boleh mengurangi nisbah
keuntungan tanpa persetujuan nasabah.
·
Pembagian keuntungan harus dinyatakan
dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
Referensi
Yaya, Rizal. dkk. 2014.
Akuntansi Perbankan Syariah : Teori dan Paktik Kontemporer Berdasarkan PAPSI
2013 Edisi 2. Jakarta : Salemba Empat
Pedoman Akuntansi
Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) 2013
Laporan Keuangan PT Bank
Mandiri Syariah (31 Desember 2018). Di kutip dari https://www.mandirisyariah.co.id/
No comments:
Post a Comment