Tuesday, October 1, 2019

Akuntansi Penghimpunan Dana


AKUNTANSI PENGHIMPUNAN DANA
NURUL I’I ARIANA
MKPS 2018

Pendahuluan
Untuk memperoleh modal pokok, bank syariah dalam menghimpun dananya yakni dengan Dana Pihak Ketiga. Yang dimaksud Dana Pihak Ketiga yakni meliputi tabungan, instrument giro, dan deposito. Walaupun cara menghimpun dananya sama seperti bank konvensional. Akan tetapi, dalam mekanisme kerjanya berbeda.
Ketentuan Syariah
Penghimpunan dana masyarakat di perbankan syariah menggunakan instrument yang sama dengan penghimpunan dana pada perbankan konvensional, yaitu instrument giro, tabungan, dan deposito. Ketiga jenis instrument ini biasa disebut dengan istilah Dana Pihak Ketiga (DPK). Kendati menggunakan instrument yang sama, mekanisme kerja masing-masing instrument penghimpun pada bank syariah berbeda dengan instrument penghimpunan bank konvensional. Perbedaan mendasar mekanisme kerja instrument penghimpunan dana syariah terletak pada tidak adanya bunga yang lazim digunakan oleh bank konvensional dalam memberikan keuntungan kepaa nasabah.
            Adapun mekanisme alternative yang dibenarkan prinsip syariah. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 1 Tahun 2000 tentang Giro, disebutkan bahwa mekanisme giro yang dibenarkan berdasarkan prinsip syariah adalah giro yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadiah. Selanjutnya, berdasarkan fatwa DSN Nomor 2 Tahun 2000 tentang Tabungan, mekanisme tabungan yang dibenarkan bagi bank syariah adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadiah. Adapun untuk deposito, DINYATAKAN DALAM FATWA dsn Nomor 3 Tahun 2000, bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.
Tabungan
Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang sudah disepakati, akan tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang lainnya disebut dengan tabungan. Mekanisme tabungan yang dibenarkan oleh fatwa DSN adalah mekanisme yang menggunakan prinsip mudharabah dan prinsip wadiah. Akan tetapi pada kenyataannya, bank-bank syariah yang ada di Indonesia kebanyakan menggunakan prinsip mudharabah. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Akuntansi Tabungan Mudharabah
            Akuntansi untuk tabungan mudharabah dan penghimpunan dana bentuk lainnya menggunakan akad mudharabah pada dasarnya mengacu pada PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah, khususnya yang terkait dengan akuntansi untuk pengelola dana. Berdasarkan PSAK 105 paragraf 25, dinyatakan bahwa dana yang diterima dari pemilik dana (nasabah penabung) dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset non-kas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.
Berikut adalah ilustrasi transaksi terkait tabungan mudharabah.


Akuntansi Tabungan Wadiah
Akuntansi tabungan wadiah pada prinsipnya sama dengan akuntansi tabungan mudharabah. Perbedaan akuntansi tabungan wadiah dengan tabungan mudharabah adalah dalam hal intensif yang diterima oleh nasabah. Tabungan wadiah diakui sebesar nominal penyetoran atau penarikan yang dilakukan oleh pemilik rekening. Setoran tabungan wadiah yang diterima secara tunai diakui pada saat uang diterima.
Berikut adalah ilustrasi transaksi terkait tabungan wadiah.


Giro
            Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet, giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan (Rizal Yaya, dkk., 2009:107). Jenis giro dalam perbankan syariah terbagai menjadi dua, yaitu giro wadiah dan giro mudharabah, namun yang lebih umum digunakan adalah giro wadiah.
Giro Mudharabah
Giro mudharabah adalah salah satu alat penghimpun dana melaui produk giro yang yang menggunakan akad mudharabah.  Akad mudharabah adalah akad yang dilakukan antara pihak penanam dana dan pengelola dana dalam melakukan kegiatan usaha dengan pembagian penghasilan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebebelumnya.
Prinsip yang digunakan oleh giro mudharabah itu sama dengan prinsip giro wadiah tetapi yang membedakannya adalah dalam hal insentif yang diperoleh nasabah. Contohnya  dalam giro wadiah, hal insentif yang diterima berupa bonus yang bersifat sukarela yang diberikan oleh bank dengan tidak mensyaratkannya. Sedangkan hal insentif yag diterima nasabah giro mudharabah adalah bagi hasil yang telah ditentukan presentasi sebelumnya, harus dibayarkan bank sesuai dengan keuntungan bank syariah.
Berikut adalah ilustrasi transaksi terkait giro mudharabah.



Giro Wadiah
Giro wadiah memiliki karakteristik yang telah di fatwakan oleh DSN, yaitu sebagai berikut:
a.       Bersifat titipan.
b.      Dalam akadnya, penitip dana mengizinkan kepada pihak bank untuk memanfaatkan dana tersebut.
c.       Titipan bisa diambil kapan saja (on call).
d.      Nasabah bertindak sebagai penitip dana (mudi’) dan bank bertindak sebagai penerima dana titipan (muda’)
e.       Dalam pengelolaannya dana titipan tersebut, bank mendapat keuntungan karena hakikat wadiah adalah qardh sehingga mempunyai prinsip tidak ada bonus yang diberikan kepada pemilik dana wadiah. Meski demikian, bank dapat memberikan bonus dalam bentuk pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Rekening giro wadiah dapat bertambah dan berkurang. Dapat bertambah melalui transaksi penyetoran tunai, transfer dari tabungan maupun giro cabang lain dari bank yang sama, penerimaan cek dari nasabah bank lain yang diuangkan oleh nasabah suatu bank, dan penerimaan bonus giro wadiah dari bank syariah. Dan dapat berkurang melalui transaksi penarikan cek oleh nasabah untuk ditukar secara tunai, penarikan bilyet untuk ditransfer ke cabang lain bank atau ke nasabah bank lain, serta potongan administrasi dan pajak tabungan.



Berikut adalah ilustrasi transaksi terkait giro wadiah.


Deposito Mudharabah
            Deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan hanya pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah (penyimpan) dengan bank syariah (Unit Usaha Syariah). Perbedaannya dengan deposito konvensional adalah terlihat pada akad dan sistem bagi hasil yang ditawarkan.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 3 Tahun 2000, tentang deposito mudharabah yaitu:]
·         Di sini nasabah disebut sebagai  pemilik dana atau shahibul maal dan bank disebut sebagai pengelola dana atau mudharib.
·         Modal deposito yang diberikan shahibul maal harus dalam bentuk tunai.
·         Bank sebagai mudharib berhak lakukan berbagai usaha asalkan tidak melenceng pada prinsip syariah dan mnembangkannya, rmasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain.
·         Bank menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya untuk menutupi biaya operasional deposito.
·         Bank tidak boleh mengurangi nisbah keuntungan tanpa persetujuan nasabah.
·         Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.


Referensi
Yaya, Rizal. dkk. 2014. Akuntansi Perbankan Syariah : Teori dan Paktik Kontemporer Berdasarkan PAPSI 2013 Edisi 2. Jakarta : Salemba Empat
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) 2013
Laporan Keuangan PT Bank Mandiri Syariah (31 Desember 2018). Di kutip dari https://www.mandirisyariah.co.id/

No comments:

Post a Comment